Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tanamkan Keberanian

(Penulis: Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifai)
Samarra, sebuah desa berjarak tiga farsakh (kurang lebih 24 km) dari pusat kota Bukhara. Walau terbilang kecil, Samarra telah meninggalkan sebuah kisah keberanian luar biasa yang patut diteladankan untuk anak-anak kita. Di sanalah sejarah mencatat seorang ulama hadits sekaligus mujahid pemberani terlahir. Kisah nan indah mewangi.

Beliau dijuluki Farisul Islam, seorang penunggang kuda handal dalam berperang. Di samping itu, beliau pun dikenal sebagai ahli ibadah, tokoh berzuhud, ulama panutan, dan ahli hadits terkemuka. Imam Al Bukhari juga meriwayatkan hadistnya di dalam Shahih Bukhari. Sebuah pengakuan dari Imam Al-Bukhari mengenai kepercayaan beliau kepadanya.

Imam Al-Bukhari menyanjung sang guru tersebut, Ahmad bin Ishaq As Surmari (wafat 242 H), “Aku tidak mengetahui ada orang lain yang sama dengan beliau di dalam bidang sejarah Islam.” Dari sisi mana beliau dipuji semacam itu? Sanjungan Imam Al Bukhari kiranya lebih dari cukup untuk menggambarkan seperti apakah kedudukan Ahmad bin Ishaq As Surmari.

Jangankan orang-orang, hewan pun merasa tenang jika berada di sampingnya. Suatu saat, Ahmad bin Ishaq pernah bersantap makan ditemani oleh burung-burung pipit. Serombongan burung itu seakan menjadi kawan bersantap yang baik. Tiba-tiba putranya masuk dan burung-burung tersebut lantas berterbangan. Adakah hamba semacam itu di dunia ini yang masih tersisa?


Imam Adz Dzahabi rahimahullah di dalam Siyar A’lam Nubala’ menyebutkan bahwa Ahmad bin Ishaq As Surmari “wa bi syaja’atihi yudhrabu al matsal,” keberaniannya telah menjadi sebuah perumpamaan. Siapapun yang menyandang sikap perwira dan pemberani akan dibandingkan dengan beliau, setara ataukah tidak.

Tongkat besi menjadi senjata kesayangan As Surmari. Beratnya delepan belas mann (kurang lebih 100 kg). Luar biasa beratnya, bukan? Senjata unik ini memang menggambarkan betapa kuat dan ‘mengerikan’-nya As Surmari di kalangan musuh-musuh Islam. Semasa tuanya, tongkat besi itu dikurangi beratnya oleh As Surmari menjadi dua belas mann (kurang lebih 70 kg).

Dalam sebuah pertempuran, dikisahkan oleh Adz Dzahabi rahimahullah dengan sanadnya, As Surmari dihadapkan dalam suasana perang tanding yang mengerikan. Seorang jagoan dari pihak musuh dikabarkan mempunyai kekuatan yang setara dengan seribu prajurit. As Surmari lalu memohon ijin kepada panglima Islam untuk menghadapi orang tersebut.

Tongkat besi disembunyikan oleh As Surmari. Pada saat jagoan musuh datang menyerang, As Surmari malah terlihat melarikan diri. Ada apa yang terjadi? Seluruh mata memandang penuh tanda tanya. Setelah menjauh dari induk pasukan musuh, tiba-tiba As Surmari berhenti lari dan berbalik arah sambil menghantamkan tongkat besinya kepada musuh yang lari mengejar. Jagoan musuh itu pun mati. Panglima musuh yang marah lalu memerintahkan lima puluh prajurit berkuda untuk mengejar dan membunuh As Surmari. Beliau lalu bersembunyi di sebuah anak bukit. Setelah kelima puluh prajurit berkuda itu lewat melintas, As Surmari mengejar mereka dan membunuh satu per satu dari arah belakang. Empat puluh sembilan prajurit musuh mati dan tersisa satu. Prajurit musuh yang tersisa lalu dibiarkan hidup setelah dilukai oleh As Surmari untuk menceritakan peristiwa tersebut kepada panglima musuh dan kawan-kawannya.

Kisah kepahlawanan beliau bukan hanya itu! As Surmari pun dikenal sebagai pemanah ulung yang tepat di dalam mengenai obyek sasaran.

Kisahnya, sebuah benteng musuh dikepung oleh pasukan kaum muslimin. Dari kejauhan, panglima benteng terkepung sedang duduk mengawasi keadaan dari sebuah tempat yang tertutup. As Surmari lalu melesatkan sebuah anak panah yang tepat mengenai perlindungan si panglima.

Oleh si panglima, prajuritnya diminta untuk mengambil anak panah tersebut. namun, anak panah kedua kembali dilepaskan oleh As Surmari yang tepat mengenai tangan si panglima. Para prajuritnya berusaha mencabut anak panah itu. Akan tetapi, anak panah ketiga As Surmari kembali datang dan menancap tepat di leher si panglima. Akhirnya, benteng tersebut berhasil ditaklukan oleh kaum muslimin.

Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyatakan, “Kisah-kisah sang pejuan ini (As Surmari) sangatlah menghibur hati seorang muslim.”

Benar! Kisah-kisah kepahlawanan dan keberanian para ulama semestinya sering-sering disampaikan kepada anak-anak kita. Supaya mereka tumbuh dan berkembang dalam suasana dan lingkungan yang perwira. Berani melantangkan kebenaran, tidak mengenal takut dalam mengungkap kejahatan.

Jangan biarkan anak-anak kita termakan oleh iklan-iklan televisi yang menggambarkan keberanian semu. Jangan relakan anak-anak kita mengagumi tokoh-tokoh pahlawan super yang fiktif. Jangan lepaskan anak-anak kita terbuai oleh profil-profil jagoan kafir yang diangkat di layar kaca dan layar lebar. Jangan!
Islam telah mewariskan keberanian sejati. Keberanian yang terarah dan berdasarkan pada kebenaran syar’i. Islam telah mencatatkan sejarah kaum pemberani. Islam tidak kurang sedikit pun di dalam mengajarkan keberanian. Hanya saja, bisakah kita mentransfernya untuk anak-anak kita? Tugas siapa? Tugas kita bersama.

Kisah-kisah keberanian Islam seharusnya sedini mungkin ditanamkan pada anak-anak kita. Supaya mereka hidup tanpa mengenal rasa takut kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Generasi Islam bukanlah generasi penakut! Apalagi takut kepada tuyul, sundel bolong, buto, genderuwo atau istilah-istilah lain yang dibuat-buat untuk menakut-nakuti anak-anak Islam.

Tidakkah kita tersentuh hati untuk menjalankan tanggung jawab ini?

Sungguh, demi Allah! Kisah-kisah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya amatlah penting untuk diajarkan! Cerita kaum tabi’in dan seluruh pahlawan Islam setelah mereka pun demikian. Penaklukan tanah Hindustan, jazirah Afrika bahkan sampai benua Eropa adalah materi yang layak kita suarakan di dada dan sanubari anak-anak kita. Agar mereka tidak lupa sejarah!

Harapannya, generasi muda Islam berikutnya bukanlah generasi yang cengeng, mudah goyah atau rendah diri. Mereka harus berani menengadahkan dada dan membentangkan tangan untuk menyambut masa depan Islam yang cerah. Generasi yang pemberani. Berani menyuarakan kebenaran. Tidak kenal takut untuk menyerukan Al Qur’an, As Sunnah, dan Manhaj Salaf.

Tugas siapa? Tugas kita bersama. Sebab ternyata, tidak hanya anak-anak kita yang memerlukan suntikan semangat untuk berani. Kita yang menjadi orang tua pun sebenarnya masih membutuhkan siraman motivasi untuk hidup berani. Benar begitu, bukan?
Wallahul musta’aan.


Sumber: Majalah Qudwah Edisi 17 Vol 2 1435 H/ 2014 H hal. 47 – 49.

Posting Komentar untuk "Tanamkan Keberanian"