Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Api dan Tikus

(Penulis: Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc)
Tidak jarang kita mendengar berita kebakaran. Satu kompleks pasar, perumahan bisa ludes dilalap api. Sebabnya kadang sepele, hanya kompor atau lilin yang lupa dimatikan atau pemanas air listrik yang ditancapkan lalu dibiarkan ditinggal tidur.

Yang seperti ini insya Allah tidak akan terjadi apabila setiap muslim berpegang dengan adab-adab Islam yagn diajarkan sebelum tidur. Sungguh, Islam telah menunjukkan segala perkara yang mendatangkan manfaat dan menolak mudarat.

Saudaraku muslim, sejenak kita baca sebuah kisah yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan, Kitab Adab. Tidak panjang kisah ini namun demikian besar faedah yang bisa kita petik. Insya Allah. 


Abu Dawud As-Sijistani meriwayatkan dari guru beliau, Sulaiman bin Abdurrahman At-Tammar, dari Amr bin Thalhah, dari Asbath, dari ‘Ikrimah, dari Abdullah bin Abbas bin Abdil Muththalib radhiallahu anhumah, beliau mengisahkan:
جَاءَتْ فَأْرَةٌ فَأَخَذَتْ تَجُرُّ الْفَتِيلَةَ فَجَاءَتْ بِهَا فَأَلْقَتْهَا بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْخُمْرَةِ الَّتِي كَانَ قَاعِدًا عَلَيْهَا فَأَحْرَقَتْ مِنْهَا مِثْلَ مَوْضِعِ الدِّرْهَمِ فَقَالَ
“Seekor tikus keluar, menarik sumbu (lentera) lalu ia lemparkan sumbu api di depan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, persis pada tikar yang beliau duduki, api pun sempat membakar tikar seukuran uang dirham. Maka Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوا سُرُجَكُمْ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدُلُّ مِثْلَ هَذِهِ عَلَى هَذَا فَتُحْرِقَكُمْ
“Jika kalian hendak tidur, matikanlah lentera-lentera api kalian. Karena sungguh, setan menunjuki hewan seperti tikus untuk melakukan hal ini, hingga api membakar kalian.”

Kisah ini juga diriwayatkan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (Al-Ihsan 12/237 no. 5519), demikian pula Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/284-285). Dalam riwayat Al Hakim disebutkan, “Seorang jariyah (anak wanita) berlari mengejar tikus, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Tinggalkan tikus itu…’.”

Al-Hakim berkata tentang hadits ini, “Sanadnya shahih.” Dan komentar beliau ini disepakati oleh Adz-Dzahabi rahimahullah.

Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan, “Hadits ini sesuai syarat1) Muslim.” (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah 3/413).

HADITS-HADITS DALAM MASALAH INI
Cukup banyak hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berisi perintah mematikan api dan larangan membiarkannya menyala di saat-saat lalai.

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ هَذِهِ النَّارَ إِنَّمَا هِيَ عَدُوٌّ لَكُمْ فَإِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوهَا عَنْكُمْ
“Sungguh, api ini musuh bagi kalian. Maka jika kalian tidur, matikanlah api dari kalian!”

Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari (11/88 no. 6294) dan diriwayatkan pula oleh Muslim (3/1596 no. 2016).

Saat kebakaran menimpa suatu kaum di waktu malam pada masa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, sampailah berita tersebut kepada beliau shalallahu alaihi wa sallam. Maka beliau pun bersabda sebagaimana hadits di atas.

Shahabat Abdullah bin Umar radhiallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَتْرُكُوا النَّارَ فِي بُيُوتِكُمْ حِينَ تَنَامُونَ
“Jangan sekali-kali kalian tinggalkan api (menyala) di rumah-rumah kalian saat kalian tidur!” (HR. Al Bukhari no. 6293 dan Muslim (3/1596 no. 2015)

HIKMAH PERINTAH MEMATIKAN API SEBELUM TIDUR
Tidak diragukan, semua perintah dan larangan syariat mengandung hikmah yang sangat luas dan dalam.

Di antara hikmah perintah mematikan api seperti lilin dan semisalnya saat tidur adalah terjaganya harta dan jiwa. Api yang masih menyala boleh jadi ditarik oleh tikus kemudian dilemparkan di tempat-tempat yang mudah terbakar. Atau tikus menarik bahan-bahan yang mudah terbakar seperti kertas dan kain lalu dia lemparkan pada api yang menyala.

Dan sungguh, setan juga memiliki peran dalam kejadian-kejadian tersebut. Sebagaimana dalam sabda beliau:
فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدُلُّ مِثْلَ هَذِهِ عَلَى هَذَا فَتُحْرِقَكُمْ
“Sesungguhnya setan menunjuki hewan seperti tikus untuk melakukan hal ini, hingga api membakar kalian.”

Jika bukan peran tikus dan setan, bisa jadi api itu sendiri yang membakar tempatnya, seperti alat-alat listrik di zaman ini. Banyak cerita bisa digali dari kejadian di sekitar kita. Penulis sendiri pernah lupa menyalakan setrika di atas karpet. Tidak lama kemudian tercium bau tidak sedap. Asap karpet terbakar mulai membumbung. Alhamdulilalh kita dalam keadaan terjaga, dengan segera setrika dimatikan. Kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya kita dalam keadaan tidur. Allahu a’lam. Hanya Allah sajalah yang menyelamatkan jiwa dan harta kita.

Itu beberapa hikmah perintah dimatikannya api sebelum tidur. Namun perlu kami ingatkan di sini. Mungkin kita mengetahui sebagian hikmah tersebut. Namun masih banyak hikmah lain yang tidak kita ketahui. Yang pasti, kewajiban hamba adalah menerima seluruh syariat Allah, baik ia mengetahui hikmah di balik perintah dan larangan, maupun tidak.

Dan tunduk kepada syariat Allah merupakan hikmah yang paling penting. Iya, syariat Allah adalah ujian apakah seorang hamba menerima hukum Allah subhanahu wa ta’ala dengan lapang, atau menolaknya hanya semata-mata karena akalnya belum menjangkau sebagian hikmah di balik sebuah syariat.

HUKUM MEMATIKAN API SEBELUM TIDUR
Dalam masalah ini, ada dua pendapat di kalangan ahlul ilmu. Mayoritas ulama berpendapat bahwa mematikan api sebelum tidur hukumnya tidak wajib, yakni sunah.

Sekelompok ulama lain berpendapat wajibnya hal tersebut. Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah misalnya, beliau berkata dalam kitabnya, Al Muhalla, “Wajib hukumnya bagi seorang yang hendak tidur untuk (beliau menyebutkan beberapa perkara) ………..mematikan lentera, dan mengeluarkan seluruh api dari rumahnya, kecuali dalam keadaan terpaksa seperti cuaca yang sangat dingin (sehingga butuh penghangatan api, red), sakit, atau mendidik anak2)……” [Al Muhalla; (7/518)]. Namun, meski dalam keadaan terpaksa ini, tentu seorang muslim tetap diperintahkan melakukan upaya-upaya preventif (pencegahan) agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Mereka yang berpendapat wajibnya mematikan api sebelum tidur memiliki beberapa alasan yang cukup kuat. Di antara alasan mereka:
  • Pertama: Kaedah ushul fiqh menyatakan bahwa “Perintah-perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pada asalnya berhukum wajib kecuali ada dalil yang memalingkannya dari wajib kepada hukum lain seperti sunnah. Demikian pula larangan-larangan syariat, pada asalnya berhukum haram kecuali ada dalil yang memalingkannya dari haram kepada hukum lain seperti makruh.” Dalam masalah mematikan api sebelum tidur, hadits Rasulullah shalallahu alahi wa sallam berisi perintah dan larangan.
إِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوا سُرُجَكُمْ
“Jika kalian hendak tidur, matikanlah lentera-lentera api kalian.” Hadits ini berisi perintah.

لَا تَتْرُكُوا النَّارَ فِي بُيُوتِكُمْ حِينَ تَنَامُونَ
“Jangan sekali-kali kalian tinggalkan api (menyala) di rumah-rumah kalian saat kalian tidur!” Hadits ini berisi larangan. Sehingga secara asal, hukumnya wajib untuk mematikan lentera dan haram untuk meninggalkan api menyala.
  • Kedua: Hadits-hadits berisi perintah mematikan api dan larangan membiarkannya menyala cukup banyak. Hal ini menguatkan pentingnya masalah dan menguatkan pendapat akan wajibnya.
  • Ketiga: Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mendeskripsikan api sebagai musuh bagi kita sebagaimana dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu. Tentu yang namanya musuh, kita wajib untuk mewaspadai dan berhati-hati dari kejelekannya. Dan sudah sepantasnya seorang muslim menempuh segala upaya menghalangi musuh untuk menguasai dirinya.
  • Keempat: Membiarkan api tetap menyala di rumah, tidak diragukan lagi, merupakan bentuk kelalaian dan perbuatan yang tidak terpuji. Pantaskah kita lalai dengan sesuatu yang mungkin akan membinasakan harta, jiwa, dan keluarga kita?

BEBERAPA FAEDAH KISAH
  1. Kisah ini menguatkan sabda-sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang menyatakan tikus sebagai hewan yang fasik3). Dia dinamakan fasik karena banyak kejelekan dan mudarat yang diterima manusia disebabkan hewan satu ini. Tikus tidak memiliki kehormatan, sehingga halal untuk dibunuh dimana pun berada, baik di tanah haram4) atau halal (di luar Makkah, ed), baik dalam keadaan ihram atau tidak.
  2. Hadits ini mengingatkan kita akan permusuhan iblis dan bala tentaranya kepada manusia.
  3. Setan dalam perseteruannya dengan Bani Adam, bukan hanya berkeinginan merusak qalbu manusia dengan kekufuran, kemunafikan, atau penyakit lainnya. Setan juga berkeinginan memudaratkan jasad dan harta manusia.
  4. Sempurnanya Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dalam membimbing dan mengajar umat. Di antara baiknya pengajaran beliau, seringkali beliau memanfaatkan kejadian-kejadian yang disaksikan shahabat untuk menyampaikan wasiat dan hukum agama. Seperti dalam hadits ini, sangat tepat beliau menyampaikan hukum mematikan api sebelum tidur ketika sebagian mudarat api tampak di hadapan para shahabat. Yang demikian itu akan membuat wasiat tersebut semakin membekas dan sukar untuk dilupakan.
  5. Islam telah sempurna dalam segala hal, termasuk dalam teori-teori pendidikan dan pengajaran. Bagaimana tidak? Bukankah Rasul kita shalallahu alaihi wa sallam adalah pendidik terbaik di muka bumi ini? Ya, semua gerak-gerik Rasul shalallahu alaihi wa sallam adalah teladan bagi mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir.
  6. Hadits ini termasuk dalil sekaligus contoh bagi kaidah “Saddu Adz-Dzari’ah”, menutup segala celah yang mengantarkan kepada bahaya dan kejelekan.
  7. Menyebutkan hukum syariat dengan illat (alasan hukum).
  8. Dengan disebutkan illat, memungkinkan bagi kita meng-qiyas-kan (menganalogikan) hukum kepada sesuatu yang lain. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menetapkan hukum berupa perintah mematikan api. Beliau sebutkan alasannya bahwa kemungkinan api akan membakar penghuni rumah. Dari sini bisa kita pahami bahwa alat-alat listrik (heater), solder listrik, diperintahkan untuk dimatikan sebelum tidur.
  9. Islam adalah agama yang relevan di sepanjang zaman.
  10. Kasih sayang Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam kepada umat ini dengan selalu memberikan bimbingan kepada perkara-perkara yang bermanfaat untuk urusan agama dan dunia umatnya. Allahu a’lam bish shawab.

Footnote:
1)      Yang dimaksud para ulama dengan “Sesuai syarat Muslim.” Yakni, melalui perawi-perawi yang sama dengan kitab Shahih Muslim, namun beliau tidak meriwayatkan hadits ini didalamnya.
2)      -


Sumber: Majalah Qudwah Edisi 16 Vol 2 1435 H/ 2014 M hal. 81-87.

Posting Komentar untuk "Api dan Tikus"