Nikmat Mata Melihat
(Penulis: Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifai)
Ibnu Manzhur Al Anshari rahimahullah menerangkan makna kata Al A’masy di dalam karya besarnya Lisanul Arab. Oleh beliau, Al A’masy diartikan sebagai orang yang mengalami kerusakan mata sehingga hampir tidak dapat melihat. Selain itu, Al A’masy juga bermakna sering mengalirkan air mata.
Di dalam dunia hadits, tersebutlah seorang ulama besar yang memperoleh gelar Al A’masy. Gelar tersebut memang diperoleh karena gangguan mata yang dialaminya. Beliau bernama Abu Muhammad Sulaiman bin Mihran. Biografi beliau amatlah harum mewangi.
Al A’masy dikenal sebagai tokoh besar dalam riwayat hadits, bacaan Al Qur’an, dan ilmu waris. Tidaklah heran bila beliau menjadi tujuan bagi para pecinta ilmu di masa tersebut. Zuhud dan ibadahnya pun tidak terkirakan. Hampir empat puluh tahun lamanya, Al A’masy tidak pernah tertinggal dari takbiratul ihram dalam shalat berjamaah.
Uniknya, salah satu murid senior dan kepercayaan beliau ternyata juga mengalami gangguan penglihatan. Sejak usia delapan tahun, Abu Muawiyah Muhammad bin Khazim terkena kebutaan. Akan tetapi, buta mata bukanlah penghalang untuk hidup mulia dengan ilmu agama.
Gelar yang diberikan untuk beliau adalah Adh Dhariir (Si Buta). Setelah diizinkan oleh guru-gurunya untuk meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Abu Muawiyah Adh Dhariir menjadi sumber ilmu tempat para penuntut ilmu mereguk kesegarannya. Tercatat nama-nama besar pernah hadir dari beliau. Sebagai contoh adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Ali Al Madini, Yahya Al Qathan dan lain-lainnya.
Al A’masy dan muridnya, Adh Dhariir, adalah contoh nyata betapa cacat mata yang semestinya sebagai indra penghlihat bukanlah alasan untuk tidak bersaing di dalam menggapai kesuksesan dunia akhirat. Beliau berdua hanyalah sedikit contoh dari sekian banyak ulama yang diuji oleh Allah berupa gangguan mata.
Di zaman ini tentu kita sering mendengar nama besar Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz Abdillah bin Baz. Dunia Islam sangat mengenal beliau. Namanya begitu dekat dengan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Jasa-jasa beliau untuk dunia Islam tidak dapat terhitung lagi.
Siapakah guru beliau? Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh adalah guru dekat yang paling banyak memberikan pengaruh kepada Syaikh bin Baz. Muhammad bin Ibrahim, sang guru, pun berkedudukan sebagai Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi pada masa sebelumnya. Tahukah Anda? Muhammad bin Ibrahim pun seorang yang buta.
Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh yang sekarang ini menjabat sebagai Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi pun seorang yang buta. Beliau terhitung sebagai murid Syaikh bin Baz. Dengan demikian, tiga masa berturut-turut, jabatan Mufti Agung dipegang oleh guru-murid yang sama-sama buta.
Subhanallah!
Mata adalah nikmat yang tak ternilai. Mata adalah gerbang utama untuk mengagumi keindahan dan keajaiban ciptaan Allah. Dengan mata, seorang hamba mampu membaca firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Dengan mata, seorang hamba dapat melaksanakan syari’at Islam secara lebih sempurna.
Sebaliknya, mata pun bisa menjadi sumber petaka. Jika tidak digunakan secara baik dan benar, mata akan menjadi sebab seorang hamba disiksa di neraka.
Karunia mata bukannya dimanfaatkan untuk sarana beriman dan beramal, malah ia fungsikan di luar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama.
Perhatikan bagaiaman Allah mencela para penduduk neraka! Allah berfirman di dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 179:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sungguh telah Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu layaknya binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf: 179)
Demikianlah salah satu ciri penghuni neraka! Ia mempunyai mata namun tidak digunakan untuk melihat kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala. Ia diberi penglihatan, tetapi bukannya ia beriman. Oleh sebab itu, walaupun orang-orang kafir mampu melihat dan memandang, Allah tetap menyebutnya buta. Buta mata hati, buta jendela jiwa. Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al Hajj: 46).
Mari menjaga nikmat mata! Berusahalah untuk memanfaatkannya di dalam ibadah, untuk hal-hal yang positif. Setiap kali terlintas rasa untuk menggunakannya dalam area dosa dan maksiat, bayangkanlah jika mata kita tiba-tiba buta! Na’udzu billah min dzalik.
Berbeda halnya dengan mereka yang diuji oleh Allah dengan cacat mata, buta atau sekadar gangguan. Mereka yang sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan mata sesuai dengan fungsi asalnya. Akan tetapi, cobaan itu pun tiba. Apa yang harus mereka lakukan? Bersabar dan berharap hikmah besar di balik musibah tersebut.
Di dalam Shahih Al-Bukhari (no. 5653) melalui hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ قَالَ إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ
“Sungguh! Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan (kehilangan) dua kesenangannya lalu ia bersabar, Aku pasti menggantinya dengan surga’.” (HR. Al Bukhari).
Yang dimaksud dengan “dua kesenangan” adalah kedua matanya. Sebab mata adalah alat indra yang paling disenangi oleh manusia. Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa kebutaan yang dialami oleh seorang hamba mukmin bukanlah bentuk murka-Nya. Akan tetapi, dengan cobaan buta, seorang hamba akan terhindar dari mudharat yang lebih besar, dosa-dosanya digugurkan, bahkan derajatnya akan ditinggikan. Asalkan ia bersabar!
Di masa tua, sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu anhu menjadi buta kedua matanya. Dalam sebuah kesempatan berkunjung ke Makkah, orang-orang berebut untuk menemui beliau. Sebagai seseorang yang dikenal mujaabud da’wah (doanya dikabulkan), wajar saja jika orang-orang itu datang menemui Sa’ad bin Abi Waqqash untuk memohon didoakan.
Seorang pemuda ahli qiraah (ahli membaca Al Qur’an) dari Makkah bernama Abdullah bin As Saib juga datang menemui Sa’ad. Setelah berkenalan dan bercerita panjang lebar, Abdullah bertanya dengan sopan, “Wahai paman, Anda mendoakan orang-orang itu. Lalu kenapa paman tidak berdoa untuk paman sendiri agar Allah menyembuhkan kebutaan paman?”
Luar biasa! Subhanallah! Sangat di luar kelaziman manusia awam semacam kita, jawaban yang diberikan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Kualitas keimanan dan ketakwaan telah mendorong beliau untuk bersikap indah dalam jawaban yang menggetarkan:
“Ketetapan yang Allah pilihkan (buta), lebih aku sukai dibandingkan mata yang kembali mampu melihat.” (Madarijus Saalikin 2/217)
Adapun keputusan yang Allah pilihkan untuk kita, yakinlah sebagai yang terbaik!
Sumber: Majalah Qudwah Edisi 18 Vol. 2 1435 H/ 2014 M hal. 32-35.
Ibnu Manzhur Al Anshari rahimahullah menerangkan makna kata Al A’masy di dalam karya besarnya Lisanul Arab. Oleh beliau, Al A’masy diartikan sebagai orang yang mengalami kerusakan mata sehingga hampir tidak dapat melihat. Selain itu, Al A’masy juga bermakna sering mengalirkan air mata.
Di dalam dunia hadits, tersebutlah seorang ulama besar yang memperoleh gelar Al A’masy. Gelar tersebut memang diperoleh karena gangguan mata yang dialaminya. Beliau bernama Abu Muhammad Sulaiman bin Mihran. Biografi beliau amatlah harum mewangi.
Al A’masy dikenal sebagai tokoh besar dalam riwayat hadits, bacaan Al Qur’an, dan ilmu waris. Tidaklah heran bila beliau menjadi tujuan bagi para pecinta ilmu di masa tersebut. Zuhud dan ibadahnya pun tidak terkirakan. Hampir empat puluh tahun lamanya, Al A’masy tidak pernah tertinggal dari takbiratul ihram dalam shalat berjamaah.
Uniknya, salah satu murid senior dan kepercayaan beliau ternyata juga mengalami gangguan penglihatan. Sejak usia delapan tahun, Abu Muawiyah Muhammad bin Khazim terkena kebutaan. Akan tetapi, buta mata bukanlah penghalang untuk hidup mulia dengan ilmu agama.
Gelar yang diberikan untuk beliau adalah Adh Dhariir (Si Buta). Setelah diizinkan oleh guru-gurunya untuk meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Abu Muawiyah Adh Dhariir menjadi sumber ilmu tempat para penuntut ilmu mereguk kesegarannya. Tercatat nama-nama besar pernah hadir dari beliau. Sebagai contoh adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Ali Al Madini, Yahya Al Qathan dan lain-lainnya.
Al A’masy dan muridnya, Adh Dhariir, adalah contoh nyata betapa cacat mata yang semestinya sebagai indra penghlihat bukanlah alasan untuk tidak bersaing di dalam menggapai kesuksesan dunia akhirat. Beliau berdua hanyalah sedikit contoh dari sekian banyak ulama yang diuji oleh Allah berupa gangguan mata.
Di zaman ini tentu kita sering mendengar nama besar Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz Abdillah bin Baz. Dunia Islam sangat mengenal beliau. Namanya begitu dekat dengan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Jasa-jasa beliau untuk dunia Islam tidak dapat terhitung lagi.
Siapakah guru beliau? Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh adalah guru dekat yang paling banyak memberikan pengaruh kepada Syaikh bin Baz. Muhammad bin Ibrahim, sang guru, pun berkedudukan sebagai Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi pada masa sebelumnya. Tahukah Anda? Muhammad bin Ibrahim pun seorang yang buta.
Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh yang sekarang ini menjabat sebagai Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi pun seorang yang buta. Beliau terhitung sebagai murid Syaikh bin Baz. Dengan demikian, tiga masa berturut-turut, jabatan Mufti Agung dipegang oleh guru-murid yang sama-sama buta.
Subhanallah!
Mata adalah nikmat yang tak ternilai. Mata adalah gerbang utama untuk mengagumi keindahan dan keajaiban ciptaan Allah. Dengan mata, seorang hamba mampu membaca firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Dengan mata, seorang hamba dapat melaksanakan syari’at Islam secara lebih sempurna.
Sebaliknya, mata pun bisa menjadi sumber petaka. Jika tidak digunakan secara baik dan benar, mata akan menjadi sebab seorang hamba disiksa di neraka.
Karunia mata bukannya dimanfaatkan untuk sarana beriman dan beramal, malah ia fungsikan di luar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama.
Perhatikan bagaiaman Allah mencela para penduduk neraka! Allah berfirman di dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 179:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sungguh telah Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu layaknya binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf: 179)
Demikianlah salah satu ciri penghuni neraka! Ia mempunyai mata namun tidak digunakan untuk melihat kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala. Ia diberi penglihatan, tetapi bukannya ia beriman. Oleh sebab itu, walaupun orang-orang kafir mampu melihat dan memandang, Allah tetap menyebutnya buta. Buta mata hati, buta jendela jiwa. Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al Hajj: 46).
Mari menjaga nikmat mata! Berusahalah untuk memanfaatkannya di dalam ibadah, untuk hal-hal yang positif. Setiap kali terlintas rasa untuk menggunakannya dalam area dosa dan maksiat, bayangkanlah jika mata kita tiba-tiba buta! Na’udzu billah min dzalik.
Berbeda halnya dengan mereka yang diuji oleh Allah dengan cacat mata, buta atau sekadar gangguan. Mereka yang sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan mata sesuai dengan fungsi asalnya. Akan tetapi, cobaan itu pun tiba. Apa yang harus mereka lakukan? Bersabar dan berharap hikmah besar di balik musibah tersebut.
Di dalam Shahih Al-Bukhari (no. 5653) melalui hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ قَالَ إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ
“Sungguh! Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan (kehilangan) dua kesenangannya lalu ia bersabar, Aku pasti menggantinya dengan surga’.” (HR. Al Bukhari).
Yang dimaksud dengan “dua kesenangan” adalah kedua matanya. Sebab mata adalah alat indra yang paling disenangi oleh manusia. Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa kebutaan yang dialami oleh seorang hamba mukmin bukanlah bentuk murka-Nya. Akan tetapi, dengan cobaan buta, seorang hamba akan terhindar dari mudharat yang lebih besar, dosa-dosanya digugurkan, bahkan derajatnya akan ditinggikan. Asalkan ia bersabar!
Di masa tua, sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu anhu menjadi buta kedua matanya. Dalam sebuah kesempatan berkunjung ke Makkah, orang-orang berebut untuk menemui beliau. Sebagai seseorang yang dikenal mujaabud da’wah (doanya dikabulkan), wajar saja jika orang-orang itu datang menemui Sa’ad bin Abi Waqqash untuk memohon didoakan.
Seorang pemuda ahli qiraah (ahli membaca Al Qur’an) dari Makkah bernama Abdullah bin As Saib juga datang menemui Sa’ad. Setelah berkenalan dan bercerita panjang lebar, Abdullah bertanya dengan sopan, “Wahai paman, Anda mendoakan orang-orang itu. Lalu kenapa paman tidak berdoa untuk paman sendiri agar Allah menyembuhkan kebutaan paman?”
Luar biasa! Subhanallah! Sangat di luar kelaziman manusia awam semacam kita, jawaban yang diberikan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Kualitas keimanan dan ketakwaan telah mendorong beliau untuk bersikap indah dalam jawaban yang menggetarkan:
“Ketetapan yang Allah pilihkan (buta), lebih aku sukai dibandingkan mata yang kembali mampu melihat.” (Madarijus Saalikin 2/217)
Adapun keputusan yang Allah pilihkan untuk kita, yakinlah sebagai yang terbaik!
Sumber: Majalah Qudwah Edisi 18 Vol. 2 1435 H/ 2014 M hal. 32-35.
Posting Komentar untuk "Nikmat Mata Melihat"