Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sikap Seorang Muslim Kala Menghadapi Musibah

(Penulis: Ustadz Abu Abdillah Rifa’i Ngawi)
Musibah. Jikalau kita mendengar kata tersebut, maka akan tergambar dalam benak kita keadaan-keadaan yang tidak disukai sedang menimpa seseorang. Mungkin teringat dalam ingatan kita bagaimana orang-orang di sekitar kita menyikapi musibah yang menimpanya. Ada yang bersabar, ada yang berkeluh kesah, bahkan tidak sedikit di antara mereka menghadapinya dengan makian dan celaan kepada Yang Maha Kuasa. Na’udzu billahi min dzalik.

Biasanya, musibah adalah perkara-perkara yang dibenci oleh manusia. Padahal, musibah sesungguhnya adalah cobaan dan ujian dari Allah subhanahu wa ta’ala. Musibah itu sendiri merupakan suatu perkara yang telah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala terjadi pada seseorang. Tidak akan terjadi musibah kecuali dengan izin Allah subhanahu wa ta’la sebagaimana firman-Nya:
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demiian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al Hadid[57]: 22)


Allah ta’ala juga berfirman dalam surat At Taghabun[64]: 11
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

PERKARA-PERKARA YANG DAPAT MENYEBABKAN SESEORANG TERTIMPA MUSIBAH
Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala sebagai Sang Pencipta tidak akan pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia, Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari kesia-siaan. Tidaklah Allah menciptakan musibah yang menimpa seseorang kecuali ada padanya sebab mengapa musibah itu terjadi. Dan tidaklah Allah menimpakannya kecuali ada padanya hikmah yang besar sesuai dengan ilmu dan kebesaran-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan kepada kita bahwa tidaklah musibah itu terjadi pada seseorang kecuali disebabkan oleh perbuatan-perbuatan manusia itu sendiri. Allah ta’ala berfirman
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS. Asy Syura[42]: 30)

Adapun secara rinci perbuatan-perbuatan manusia yang menyebabkan datangnya musibah adalah:
  1. Kesyirikan
Kesyirikan adalah menyekutukan Allah dalam ibadah. Perbuatan syirik adalah bentuk kedzaliman terbesar seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala sehingga karenanya Allah subhanahu wa ta’ala timpakan kebinasaan yang besar bagi yang melakukannya. Allah ta’ala berfirman:
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَـكِن ظَلَمُواْ أَنفُسَهُمْ فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ مِن شَيْءٍ لِّمَّا جَاء أَمْرُ رَبِّكَ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“Dan Kami tidaklan menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.” (QS. Hud[11]: 101)

Berkata Mujahid dan Qatadah dan selain keduanya, “Dan sesungguhnya sebab kebinasaan dan kehancuran mereka adalah dikarenakan perbuatan mereka yang mengikuti tuhan-tuhan tersebut dan peribadahan mereka kepadanya. Maka menimpalah apa yang menimpa mereka dan mereka merugi karenanya di dunia dan akhirat.
  1. Melakukan Kefasikan
Kefasikan adalah keluar dari ketaatan kepada Allah baik secara keseluruhan maupun dari sebagiannya. Perbuatan ini juga dapat menjadi sebab datangnya musibah kepada seseorang. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kefasikan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al Isra[17]: 16)
  1. Mengkufuri Nikmat Allah
Mengkufuri nikmat Allah adalah dengan mengingkari bahwa nikmat itu datang dari Allah ta’ala, serta tidak mensyukuri nikmat tersebut bahkan mempergunakan nikmat tersebut pada perkara-perkara yang menyelisihi perintah Allah. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim[14]: 7)

Allah ta’ala dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika seseorang mendapatkan nikmat, tidak ada hal lain yang harus dia perbuat kecuali mensyukuri nikmat tersebut dengan menggunakannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka ketika dia lakukan kesyukuran ini Allah akan menambah nikmat-Nya kepadanya. Akan tetapi, ketika dia mengkufurinya, maka azab dan musibah dari Allah baik di dunia maupun di akhirat akan menimpanya.

Oleh karenanya berkata Abu Hazim Salamah bin Dinar Al A’raj rahimahullah: “Setiap nikmat yang tidak dapat mendekatkan seseorang kepada Allah maka nikmat tersebut adalah bencana”.
  1. Menyelisihi Perintah Rasul shalallahu alaihi wa sallam
Allah ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur[24]: 63)

Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah: “Menyelisihi perintah-Nya adalah menyelisihi perintah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, menyelisihi jalannya, manhajnya, cara-caranya dan juga syariatnya.”

Sedangkan yang dimaksud fitnah adalah tertimpa pada hati seseorang penyakit-penyakit syubhat dan syahwat. Tertimpa penyakit syubhat adalah dengan tertutupnya hati dari kebenaran. Sedangkan tertimpa penyakit syahwat adalah dengan ketidakinginan seseorang untuk mengikuti kebenaran sekalipun dia mengetahui kebenaran tersebut. [Syarah Al Ushul Min Ilmi Ushul, Syaikh Utsaimin secara ringkas].

Sedangkan adzab adalah sesuatu yang menimpa seseorang dari kesulitan-kesulitan fisik berupa kesempitan hidup, kekacauan hidup, bencana alam dan sejenisnya.

Maka ketika seseorang menyelisihi perintah Rasul, maka akan menimpa dirinya fitnah dan adzab baik di dunia maupun di akhirat. Didahulukannya dalam ayat tersebut fitnah daripada adzab mengisyaratkan bahwa apa yang menimpa seseorang dari fitnah hati adalah lebih besar bahayanya daripada apa yang menimpa seseorang dari adzab dunia berupa kesempitan hidup, kekacauan hidup, bencana alam dan sejenisnya….

SIKAP SEORANG MUSLIM DALAM MENGHADAPI MUSIBAH
Sebagai seorang muslim, hendaknya kita selalu mengutamakan tuntunan syariat dalam menghadapi setiap permasalahan dalam kehidupan kita. Demikian pula ketika menghadapi musibah. Maka sikap seorang muslim dalam menghadapi musibah hendaknya sebagai berikut:
  1. Hendaknya dia meyakini bahwa semua musibah datangnya dari sisi Allah dan Allah tidaklah mungkin mendzalimi hamba-Nya. Diapun harus meyakini bahwa apa yang Allah ta’ala takdirkan itu adalah perkara yang terbaik baginya. Karena hanya Allahlah yang Maha Mengetahui akhir segala sesuatu sedangkan yang lainnya tiada yang mengetahui. Allah ta’ala berfirman,
وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah[2]: 216)

Jika seorang hamba mengetahui bahwa dibalik kesenangan terkadang akan menyertainya kesusahan, begitu pula sebaliknya bahwa dibalik kesusahan terkadang akan menyertainya kesenangan, maka dia tidak akan lupa diri ketika mendapatkan kesenangan dan tidak akan putus asa ketika mendapatkan kesulitan atau musibah. Akan tetapi dia akan menyerahkan segala urusannya kepada Allah yang Maha Mengetahui. Ia akan mempunyai persangkaan yang baik kepada Allah, bahwa apapun keadannya jika Allah takdirkan perkara itu baginya maka itulah yang terbaik baginya dan dia akan mampu untuk menghadapinya.
  1. Hendaknya dia beristirja’ (mengembalikan perkara) kepada Allah ta’ala (dengan ucapan istirja), dengan demikian maka Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersabar terhadap musibah tersebut dengan apa yang lebih baik berupa berkah, rahmah serta petunjuk dari-Nya. Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan (ucapan istirja’): ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah[2]: 156-157)

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidaklah seorang hamba tertimpa suatu musibah maka dia berkata: (Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami kembali, Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini dan berilah ganti bagiku sesuatu yang lebih baik darinya), tidak lain Allah ta’ala akan memberi ganti baginya sesuatu yang lebih baik dari musibah tersebut.” (HR. Muslim)
  1. Hendaknya diapun meyakini bahwa dibalik semua musibah yang menimpanya ada hikmah yang besar yang terkadang dapat dia rasakan dikemudian hari. Dan diantara hikmahnya karena Allah ingin menghapus sebagian dosa-dosa hamba-hamba-Nya yang bersabar. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah menimpa seorang muslim dari kesulitan dan tidak pula musibah, tidak pula kebingungan, kesedihan gangguan dan kegelisahan hingga duri yang menusuknya kecuali Allah hapuskan dengannya kesalahan-kesalahannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
  1. Hendaknya dia beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya karena Allah tampakkan sebagian adzabnya pada hamba-Nya di dunia agar mereka merasakan dampak dari perbuatan mereka agar supaya mereka tersadarkan dan kemudian kembali kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman: QS. Ar Ruum: 41
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Rum[30]: 41)
  1. Hendaknya dia beramal shalih dan menambah kedekatan serta ketaqwaan kepada Allah ta’ala, karena dengan kehendak Allahlah musibah itu datang dan hanya dengan kehendak-Nya pulalah musibah itu dapat berlalu. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Thalaq: 2-3)
  1. Hendaknya dia bersabar terhadap musibah yang menimpanya untuk mengharapkan pahala yang besar dari Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah: 155-157)
Demikianlah sepantasnya seorang muslim bersikap dalam menghadapi musibah. Jika perkara-perkara yang telah disebutkan diatas dapat diamalkan seseorang ketika sedang tertimpa musibah, apapun yang akan menimpa dirinya maka akhir dari semua perkaranya adalah kebaikan. Ketika mendapatkan nikmat dia bersyukur kepada Allah sehingga karenanya Allah berkenan menambah nikmat-Nya kepada dirinya. Ketika tertimpa musibah dia berprasangka baik kepada Allah kemudian bersabar serta kembali mendekat kepada-Nya, sehingga dengannya Allah berkenan membalasnya dengan pahala, ampunan, dan jalan keluar dari kesulitannya, dan itu adalah akhir yang biak baginya. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh mengherankan perkaranya seorang mukmin. Sesungguhnya perkaranya semua adalah kebaikan. Dan tidaklah ada yang demikian ini kecuali pada diri seorang mukmin. Jika menimpanya kesenangan dia bersyukur, maka jadilah keadannya baik baginya. Jika tertimpa dia dengan kesulitan dia bersabar, maka jadilah keadaannya baik baginya.” (HR. Muslim)
Wallahu ta’ala a’lam.


Sumber: Majalah Qudwah Edisi 14 Vol. 2 1435H/ 2014 M halaman 40-46.

Catatan saya: (Selain artikel tersebut diatas, dalam edisi ini diantaranya mulai hal. 20-24 ada uraian biografi Imam Muslim rahimahullah, dan Ahnaf Bin Qais rahimahullah pada halaman 25-27, dan tentang Samiri dicantumkan pada hal. 57-64 lalu dilanjutkan sebuah artikel dengan judul ‘Mutiara Kalimat Nabi Sulaiman alaihissalam’ pada hal 65-71 dan lain-lainnya hingga seluruhnya berjumlah sebanyak 112 halaman).

Posting Komentar untuk "Sikap Seorang Muslim Kala Menghadapi Musibah"