Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pentingnya Ketakwaan Sang Nakhoda

(Penulis: Al-Ustadzah Ummu Luqman Salma)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kalian pasangan hidup (istri-istri) dari diri kalian agar kalian merasa tenang kepadanya dan dia menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada hal itu ada tanda-tanda bagi orang-orang yang mau berfikir.” (QS. Ar Rum: 21)

Sudah menjadi ketetapan Allah Yang Mahabijaksana, pria membutuhkan wanita untuk menjadi pasangannya. Demikian pula wanita. Dia membutuhkan pria yang bertakwa dan mulia yang akan memimpinnya, memenuhi kebutuhannya, menjaga kehormatannya, dan menjadi ketenangan baginya. Kedua insan berlainan jenis ini bertemu dalam sebuah jalinan kasih suci yang lazim disebut rumah tangga. Adapun jalinan-jalinan lain, seperti pacaran, kumpul kebo, dan sejenisnya, hal itu tidak dibenarkan oleh syariat Islam.

Saat wanita mencapai usia nikah, dibutuhkan andil ayah atau walinya yang lain. Hendaknya dia memilihkan untuk putrinya seorang pria yang bertakwa dan berakhlak mulia, yang akan menjadi nakhoda bahtera rumah tangga yang bakal ditumpangi putrinya. Dia tidak boleh membiarkan seorang pria yang jahat dan buruk tingkah lakunya mengambil putrinya yang tercinta. Sebab, pria yang bertakwalah yang akan mengarahkan bahteranya menuju negeri kebahagiaan. Pria yang seperti ini paham, negeri yang ditujunya bukanlah dunia nan fana ini, melainkan negeri akhirat yang kekal abadi.


-          Mengapa Memilih Pria yang Bertakwa?
Pria yang bertakwa akan mengamalkan firman Allah:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً
“Bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian, apabila kalian tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa’: 19)

Dia akan memberbagus ucapannya dan memperbaiki tingkah laku serta penampilannya sebagaimana halnya sang istri dituntut demikian. Jika dia tidak menyukai sesuatu dari sang istri, entah wajahnya yang kurang cantik, kurang pandai memasak, atau kurang pandai mengatur rumah, dia akan bersabar. Dia tidak akan memberikan beban yang melampaui batas dan tidak memayahkan istri untuk memenuhi hak-haknya. Sebaliknya, dia rela sebagian haknya tidak terpenuhi. Semua ini untuk merealisasikan hal yang lebih penting, yaitu memperbaiki pergaulan suami istri.

Pria yang bertakwa akan mengajari dan mendidik istrinya. Sang istri tidak akan dia jadikan sebagai binatang piaraan yang hanya tahu makan, minum, dan bekerja. Sebaliknya, istri juga tidak dibiarkannya lepas sebebas-bebasnya mengikuti arus emansipasi wanita yang begitu gencar didengung-dengungkan oleh musuh-musuh Islam. Dia akan mengarahkan istrinya agar berjalan di atas jalannya, yaitu jalan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.

Pria yang bertakwa akan bersikap lembut kepada istrinya, tidak kaku dan tidak kasar. Dia akan berusaha memiliki sifat hamba-hamba Allah yang beriman, yaitu bersikap lemah lembut kepada kaum mukminin dan bersikap keras kepada orang-orang kafir.

Pria yang bertakwa tidak akan merendahkan dan menghinakan istrinya. Jika mencintai istrinya, dia akan memuliakannya. Sebaliknya, jika tidak mencintainya, dia tidak akan menghinakannya.

Pendek kata, pria yang bertakwa akan berusaha mempelajari dan mengamalkan bimbingan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wa sallam ketika memimpin bahtera rumah tangganya. Segala problem yang terjadi akan dikembalikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wa sallam. Dengan demikian, terbentuklah di bawah kepemimpinannya keluarga sakinah yang penuh cinta dan kasih sayang.

-          Siapakah Orang yang Bertakwa
Salah satu definisi takwa yang terbaik adalah ucapan Thalq bin Habib rahimahullah, “Takwa adalah engkau menaati Allah di atas cahaya (ilmu) dari Allah karena mengharap balasan dari-Nya; dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah di atas cahaya (ilmu) dari Allah karena takut hukuman-Nya.”

Dari definisi tersebut kita bisa mengenal ciri-ciri orang yang bertakwa berdasarkan pengalamannya terhadap perintah dan larangan agama. Ciri-ciri tersebut antara lain:
  1. Dia konsekuen mempelajari Islam yang benar sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman para sahabat.
Tidak mungkin seseorang mencapai hakikat takwa jika tidak mengetahui (tidak mempelajari) ajaran Islam yang benar, yang menjelaskan amalan ketaatan kepada Allah lantas dia amalkan dan yang menjelaskan amalan maksiat kemudian dia tinggalkan.
  1. Dia menjaga shalat lima waktu dengan berjamaah tepat pada waktunya. Sebab, shalat adalah tiang agama dan tali penghubung dengan Rabbul ‘alamani.
  2. Dia tidak mengonsumsi minuman keras dan narkoba karena semua itu menyebabkan permusuhan dan kebencian serta menghalangi dari zikir dan shalat.
  3. Dia bersahabat dengan orang-orang saleh dan bertakwa. Sebaliknya, dia menjauhkan diri dari orang-orang bejat yang suka bermaksiat. Sebab, persahabatan dapat mempengaruhi kepribadian dan ketakwaan seseorang.
  4. Dia tidak begadang untuk hal yang sia-sia, seperti berbagai permainan, menontont, dan lain-lain. Sebaliknya, dia amat menghargai waktu dengan memanfaatkannya untuk menaati Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wa sallam.
  5. Dia tidak suka mengumpat, mencela, dan melaknat.
Itulah beberapa ciri-ciri pria bertakwa yang bisa diamati. Dengan izin Allah, pria yang seperti ini sifatnya akan berusaha membahagiakan keluarganya. Pendek kata, dia menjaga ajaran-ajaran Islam yang lurus ini dalam seluruh aspek kehidupannya. Dengan demikian, dia menjadi contoh dan suri teladan yang baik bagi orang lain. Pria seperti inilah yang siap mengamalkan bimbingan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wa sallam dalam hal pergaulannya dengan istri dan anggota keluarganya.
Wallahu a’lam bish-shawab.


Sumber: Majalah Muslimah Qonitah Edisi 01/Vol 01/1434 H – 2013 M hal. 58-61. Website: http://qonitah.com

Posting Komentar untuk "Pentingnya Ketakwaan Sang Nakhoda"