Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Musthalah Al Hadits (Pertemuan Ketiga)

• PERTEMUAN : KE - TIGA.
• BUKU : MUSTHALAH AL HADITS.
• PENGARANG : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH.
____________

Bismillahir-Rahmanir-Rahim

Pada pertemuan materi sebelumnya, kita telah mengkaji bersama secara global tentang definisi “Musthalah Al Hadits” dan definisi “Hadits”, “Khabar”, “Atsar” dan “Hadits Qudsi” dengan sedikit penjelasannya bihamdillah. Kemudian, untuk liqa (pertemuan) kita pada kali ini, kita akan mengkaji serta mengenal sekilas tentang “Hadits Mutawatir” insya Allah.

Berkata syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah :

أَقسَامُ الخَبَرِ بِاعتِبَارِ طُرُقِ نَقلِهِ إِلَينَا

Pembagian khabar ditinjau dari sisi jalan - jalan penukilannya kepada kita.

يَنقَسِمُ الخَبَرُ بِاعتِبَارِ طُرُقِ نَقلِهِ إِلَينَا إِلَى قِسمَينِ: مُتَوَاتِرٌ وَآحَادٌ

Khabar ditinjau dari sisi jalan - jalan penukilannya kepada kita terbagi menjadi dua bagian : “Mutawatir” dan “Ahad”.

الأَوَّلُ – المُتَوَاتِرُ

=>> PERTAMA : “AL MUTAWATIR” <<=

أ – تَعرِيفُهُ، ب - أَقسَامُهُ مَعَ التَّمثِيلِ، ج - مَا يُفِيدُهُ

A). Definisi “Al Mutawatir”.
B). Pembagian “Al Mutawatir” beserta contohnya.
C). Faidah “Al Mutawatir”.

أ – المُتَوَاتِرُ

A). (Definisi) “Al Mutawatir” yaitu :

مَا رَوَاهُ جَمَاعَةٌ يَستَحِيلُ فِي العَادَةِ أَن يَتَوَاطَئُوا عَلَى الكَذبِ، وَأَسنَدُوهُ إِلَى شَيءٍ مَحسُوسٍ

Apa - apa yang diriwayatkan oleh “Jama’ah” (yakni sejumlah orang yang kadar jumlah tersebut_pent) menurut kebiasaan, mustahil mereka akan bersepakat terhadap suatu kedustaan. Dan khabar tersebut mereka sandarkan kepada sesuatu yang bersifat “Hissi”.

@Keterangan dari kami :
“Hissi” yakni sesuatu yang bisa diraba dan disentuh oleh panca indra. Yang merupakan lawan dari “Maknawi”, dimana maknawi adalah sesuatu yang tidak bisa diterka secara indra.

Dan “Hissi” yang dimaksud dalam definisi adalah sesuatu yang bisa disaksikan oleh mata dan didengar oleh telinga, di mana seorang periwayat biasa menggunakan kalimat “سَمِعنَا” (kami telah mendengar) atau “شَهِدنَا” (kami telah menyaksikan) atau “رَأَينَا” (kami telah melihat) dan yang semisal itu.

Untuk lebih jelasnya bagi para pembaca yang mahir berbahasa arab, kami persilahkan untuk mentela’ah buku “Syarh Nukhbah Al Fikr” karya Ali bin Sulthan Muhammad Al Qari Al Harawi pada Fashl Mutawatir. Adapun bagi yang masih pemula, cukup difahami dengan ala kadarnya saja. Namun apabila ingin mengupas sesuatu yang terasa masih mengganjal, kami persilahkan bertanya kepada penulis.

B). Pembagian “Al Mutawatir” beserta contohnya.

Berkata Asy Syaikh rahimahullah :

ب - وَيَنقَسِمُ المُتَوَاتِرُ إِلَى قِسمَينِ

Dan Mutawatir terbagi menjadi dua, yaitu :

مُتَوَاتِرٌ لَفظاً وَمَعنىً، وَمُتَوَاتِرٌ معنىً فَقَط

1. Mutawatir secara lafazh dan makna.
2. Mutawatir secara makna saja (tidak secara lafazh_pent).

فَالمُتَوَاتِرُ لَفظاً وَمَعنًى: مَا اتَّفَقَ الرُّوَاةُ فِيهِ عَلَى لَفظِهِ وَمَعنَاهُ

1). Adapun Mutawatir secara Lafazh dan Makna yaitu :
Setiap hadits yang para periwayatnya bersepakat padanya secara lafazh dan makna.

مِثَالُهُ: قَولُهُ صلّى الله عليه وسلّمَ: "مَن كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَليَتَبَوَّأ مَقعَدَهُ مِن النَّارِ". فَقَد رَوَاهُ عَنِ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم أَكثَر مِن سِتِّينَ صَحَابِيًّا، مِنهُم العَشَرَةُ المُبَشَّرُونَ بِالجَنَّةِ، وَرَوَاهُ عَن هَؤُلَاءِ خَلقٌ كَثِيرٌ

Misalnya seperti yang disabdakan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

مَن كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَليَتَبَوَّأ مَقعَدَهُ مِن النَّارِ

“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka ambilah tempat duduknya dari api neraka.” (Al Hadits)

Hadits ini telah diriwayatkan lebih dari enam puluh shahabat radhiallahu ‘anhum dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya adalah sepuluh shahabat yang mendapat khabar gembira masuk ke dalam syurga. Dan yang meriwayatkan dari shahabat adalah jumlah (yakni Tabi’in_pent) yang banyak.

وَالمُتَوَاتِرُ مَعنًى: مَا اتَّفَقَ فِيهِ الرُّوَاةُ عَلَى مَعنىً كُلِّيٍّ، وَانفَرَدَ كُلُّ حَدِيثٍ بِلَفظِهِ الخَاصِ

2). Dan adapun Mutawatir secara Makna saja (tidak secara lafazh_pent) yaitu :
Setiap hadits yang para periwayatnya bersepakat padanya secara kandungan makna. Dan masing - masing hadits bersendirian dengan lafazh-nya yang khusus (yakni berbeda - beda lafazh_pent).

مِثَالُهُ: أَحَادِيثُ الشَّفَاعَةِ، وَالمَسحِ عَلَى الخُفُّينِ، وَلِبَعضِهِم

Contohnya seperti hadits - hadits tentang “Syafa’at” dan tentang “Mengusap Al Khuf” (sepatu slop atau kaos kaki).

Sebagian mereka merangkai syair :

مِمَّا تَوَاتَرَ حَدِيثُ مَنْ كَذَبْ * وَمَنْ بَنَى لِلَّهِ بَيتاً واحْتَسَبْ

Di antara hadits yang mutawatir adalah (hadits) “barang siapa berdusta”.
Dan (hadits) “barang siapa membangun rumah karena Allah dan berharap pahala”.

وَرُؤيَةٌ شَفَاعَةٌ وَالْحَوضُ * ومْسُحُ خُفَّيْنِ وَهَذِى بَعْضُ

Dan (hadits) “ru’yah”, “syafa’at” dan “telaga Khaudh”.
Dan (hadits) “mengusap khuf”, ini hanyalah sebagiannya.

@Keterangan singkat berkaitan dengan dua bait syair di atas.

1). Bait syair pertama.
Padanya terdapat isyarat dua hadits dan kedua hadits tersebut adalah hadits mutawatir secara lafazh dan makna. Kedua hadits tersebut yaitu hadits :

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka ambilah tempat duduknya dari api neraka.”

Dan hadits :

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الجَنَّةِ

“Barang siapa membangun suatu masjid, yang dengan-nya ia berharap wajah Allah, Allah akan bangun yang semisal itu untuknya di syurga.”

2). Bait syair kedua.
Padanya terdapat isyarat empat hadits dan empat hadits tersebut adalah hadits mutawatir secara makna tidak secara lafazh.

Hadits - hadits tersebut adalah hadits tentang “Ru’yah”, tentang “Syafa’ah”, tentang “Telaga Khaudh” dan tentang “Mengusap Khuf” (yakni sepatu slop atau kaos kaki).

Adapun hadits - hadits tersebut insya Allah adalah hadits yang sudah ma’ruf bagi para pembaca sekalian. Jadi, insya Allah penulis tidak perlu untuk mendatangkan lafazh - lafazh hadits tersebut. Namun jika para pembaca ada yang ingin bertanya, kami persilahkan bertanya pada kolom komentar.

جـ - وَالمُتَوَاتِرُ بِقِسمَيهِ يُفِيدُ

Dan hadits mutawatir dengan kedua bagian-nya (yakni baik secara lafazh dan makna, maupun hanya secara makna tidak secara lafazh), keduanya memberikan faidah :

أَوَّلاً: العِلمُ: وَهُوَ: القَطعُ بِصِحَّةِ نِسبَتِهِ إِلَى مَن نُقِلَ عَنهُ

Pertama.
Al - Ilmu, yaitu : kepastian absahnya penisbahan hadits kepada siapa penukilannya.

ثَانِياً: العَمَلُ بِمَا دَلَّ عَلَيهِ، بِتَصدِيقِهِ إِن كَانَ خَبَراً، وَتَطبِيقِهِ إِن كَانَ طَلَباً

Kedua.
Mengamalkan apa yang ditunjukan oleh hadits tersebut. Dengan membenarkan-nya jika hadits tersebut bersifat khabar (yakni berkaitan dengan perkara ghaib seperti masalah syurga dan neraka_pent). Dan dengan mengamalkan-nya jika hadits tersebut adalah perintah (baik perintah mengerjakan maupun perintah meninggalkan_pent).

WALLAHU A’ALAM BISH SHAWAB.
_________________

• Latihan

1). Khabar ditinjau dari sisi jalan - jalan penukilannya kepada kita terbagi menjadi… Yaitu…
2). (Definisi) “Al Mutawatir” yaitu…
3). Jelaskan apa yang dimaksud dengan”Hissi” dan jelaskan juga lawannya!
4). “Hissi” yang dimaksud dalam definisi adalah sesuatu…
5). Mutawatir terbagi menjadi dua, yaitu…
6). Mutawatir secara Lafazh dan Makna yaitu…
7). Sebutkan contoh hadits mutawatir secara lafazh dan makna!
8). Mutawatir secara Makna saja (tidak secara lafazh) yaitu…
9). Di antara hadit-hadits Mutawatir secara Makna saja tidak secara lafazh adalah hadits tentang…
10). Pada bait syair pertama terdapat isyarat…
11). Pada bait syair kedua terdapat isyarat…
12). hadits mutawatir dengan kedua bagian-nya (yakni baik secara lafazh dan makna, maupun hanya secara makna tidak secara lafazh), keduanya memberikan faidah…

13). Untuk liqa (baca_pertemuan) selanjutnya, bagi para pembaca yang ingin ditandai mohon konfirmasi baik melalui kolom komentar maupun inbox. Dengan harapan kami tidak berlaku aniaya terhadap sahabat fillah yang tidak berkenan mendapat mention.

Baarakallahu fikum.

Penulis :
Abu Muhammad Mubaarok Al - Atsariy
Ahad - 14 - Juni - 2015 M.


Tambahan dari admin:
Untuk menguji kemampuan penguasaan materi diatas. Silahkan bandingkan jawaban sahabat fillah dengan jawaban penulis di blog yang bersangkutan disini.

Posting Komentar untuk "Musthalah Al Hadits (Pertemuan Ketiga)"