Mengapa Harus Mengeluh?
(Penulis: Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa’i)
Pernahkah Anda merasakan keluasan rezeki? Meraih cita-cita yang diharapkan. Keinginan yang sekian lama diidam-idamkan akhirnya terwujud. Bahkan, barangkali Anda pernah merasakan kebahagiaan disebabkan suatu hal yang tidak pernah disangka-sangka. Lalu, seperti apakah sikap Anda saat itu?
Pernahkah Anda merasakan kesedihan dan kesusahan? Mungkin jawaban Anda, “pernah” bahkan “sering sekali”. Memang hari-hari singkat di dunia ini selalu dilingkari oleh ujian dan cobaan. Seolah-olah tidak diketahui awal dan pangkalnya. Ketika Anda sedang merasakan kesedihan dan kesusahan, bagaimanakah Anda bersikap?
Sebenarnya, tabiat manusia yang selalu lupa bersyukur dan sering mengeluh telah dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Kedua tabiat ini memang buruk dan tercela. Oleh sebab itu, Allah menerangkannya agar kita, selaku hamba, dituntut untuk ingat dan sadar. Jangan lupa bersyukur di kala nikmat digenggam! Jangan mudah mengeluh saat kesusahan datang menyapa!
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعاً
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.”
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعاً
“Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah,”
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعاً
“dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir.” (QS. Al Ma’arij[70]: 19-21).
Seperti itulah manusia! Termasuk kita tentunya. Kikir dan bakhil menjadi kebiasaan bila harta dan materi telah berada di tangan. Padahal, saat harta belum diraih, angan-angan untuk berbuat baik dan bersedekah tergambar indah. Belum lagi, sifat penakut yang tak terpisahkan dari jiwa. Ibadah dan amal shalih yang semestinya bisa dikerjakan, akhirnya gagal dan tertunda karena terhalang sifat penakut.
Banyak mengeluh juga penyakit kronis. Bila hujan turun, panas diharapkan. Jika panas yang datang, inginnya hujan diturunkan. Di saat begini minta begitu. Ketika yang itu benar-benar ada, inginnya seperti ini. Hidup akan terasa sempit dan sesak jika segala-galanya harus disikapi dengan keluh kesah.
Benarlah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu riwayat Abu Dawud rahimahullah dan dishahihkan oleh Al Albani rahimahullah (As Silsilah Ash Shahihah 560).
شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ
“Perangai terburuk yang ada pada seorang hamba adalah kikir, selalu berkelu kesah, dan penakut yang berlebihan.”
Sungguh, hidup di dunia ini akan terasa gersang dan kering jika dilalui dengan sikap kikir, penakut, dan selalu berkeluh kesah.
Abu Salamah radhiallahu anhu adalah saudara sepersusuan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Beliau termasuk shahabat yang masuk Islam dalam gelombang pertama. Turut berhijrah ke Habasyah dan berhijrah pula ke Madinah bersama sang istri, Ummu Salamah radhiallahu anhuma. Sepulang dari medan Uhud, Abu Salamah radhiallahu anhu meninggal dunia disebabkan luka-luka beliau dari peperangan tersebut.
Ummu Salamah radhiallahu anhuma mengeluh? Tidak! Ummu Salamah radhiallahu anhuma justru dengan mantap mengucapkan doa yang pernah diajarkan oleh nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam bila memperoleh musibah dan merasakan cobaan. Walaupun, sempat pula Ummu Salamah radhiallahu anhuma berpikir, “Adakah laki-laki yang lebih baik dari Abu Salamah?”
Ummu Salamah radhiallahu anhuma tetap berdoa, pasrah kepada Rabbnya:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita pun akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berikanlah pahala untukku atas musibah yang menimpa diriku, dan berikanlah pengganti dengan yang lebih baik.” (HR. Muslim rahimahullah dari Ummu Salamah radhiallahu anhuma).
Sungguh! Siapa pun orangnya yang membaca doa di atas ketika tertimpa musibah atau kesusahan, niscaya Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik.
Setelah masa iddah Ummu Salamah selesai, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam lalu meminang dan menikahi beliau. Luar biasa! Adakah yang lebih baik dari Rasulullah?
Sejak detik ini, buanglah jauh-jauh kebiasaan mengeluh! Berusahalah untuk selalu berlapang dada dan jangan lupa berdoa kepada Allah agar memperoleh ganti yang lebih baik. Niscaya Allah akan mengabulkannya.
Sumber: Majalah Qudwah Edisi 7 Vol 1 1434 H/ 2013 M hal. 30-31.
Pernahkah Anda merasakan keluasan rezeki? Meraih cita-cita yang diharapkan. Keinginan yang sekian lama diidam-idamkan akhirnya terwujud. Bahkan, barangkali Anda pernah merasakan kebahagiaan disebabkan suatu hal yang tidak pernah disangka-sangka. Lalu, seperti apakah sikap Anda saat itu?
Pernahkah Anda merasakan kesedihan dan kesusahan? Mungkin jawaban Anda, “pernah” bahkan “sering sekali”. Memang hari-hari singkat di dunia ini selalu dilingkari oleh ujian dan cobaan. Seolah-olah tidak diketahui awal dan pangkalnya. Ketika Anda sedang merasakan kesedihan dan kesusahan, bagaimanakah Anda bersikap?
Sebenarnya, tabiat manusia yang selalu lupa bersyukur dan sering mengeluh telah dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Kedua tabiat ini memang buruk dan tercela. Oleh sebab itu, Allah menerangkannya agar kita, selaku hamba, dituntut untuk ingat dan sadar. Jangan lupa bersyukur di kala nikmat digenggam! Jangan mudah mengeluh saat kesusahan datang menyapa!
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعاً
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.”
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعاً
“Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah,”
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعاً
“dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir.” (QS. Al Ma’arij[70]: 19-21).
Seperti itulah manusia! Termasuk kita tentunya. Kikir dan bakhil menjadi kebiasaan bila harta dan materi telah berada di tangan. Padahal, saat harta belum diraih, angan-angan untuk berbuat baik dan bersedekah tergambar indah. Belum lagi, sifat penakut yang tak terpisahkan dari jiwa. Ibadah dan amal shalih yang semestinya bisa dikerjakan, akhirnya gagal dan tertunda karena terhalang sifat penakut.
Banyak mengeluh juga penyakit kronis. Bila hujan turun, panas diharapkan. Jika panas yang datang, inginnya hujan diturunkan. Di saat begini minta begitu. Ketika yang itu benar-benar ada, inginnya seperti ini. Hidup akan terasa sempit dan sesak jika segala-galanya harus disikapi dengan keluh kesah.
Benarlah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu riwayat Abu Dawud rahimahullah dan dishahihkan oleh Al Albani rahimahullah (As Silsilah Ash Shahihah 560).
شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ
“Perangai terburuk yang ada pada seorang hamba adalah kikir, selalu berkelu kesah, dan penakut yang berlebihan.”
Sungguh, hidup di dunia ini akan terasa gersang dan kering jika dilalui dengan sikap kikir, penakut, dan selalu berkeluh kesah.
Abu Salamah radhiallahu anhu adalah saudara sepersusuan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Beliau termasuk shahabat yang masuk Islam dalam gelombang pertama. Turut berhijrah ke Habasyah dan berhijrah pula ke Madinah bersama sang istri, Ummu Salamah radhiallahu anhuma. Sepulang dari medan Uhud, Abu Salamah radhiallahu anhu meninggal dunia disebabkan luka-luka beliau dari peperangan tersebut.
Ummu Salamah radhiallahu anhuma mengeluh? Tidak! Ummu Salamah radhiallahu anhuma justru dengan mantap mengucapkan doa yang pernah diajarkan oleh nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam bila memperoleh musibah dan merasakan cobaan. Walaupun, sempat pula Ummu Salamah radhiallahu anhuma berpikir, “Adakah laki-laki yang lebih baik dari Abu Salamah?”
Ummu Salamah radhiallahu anhuma tetap berdoa, pasrah kepada Rabbnya:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita pun akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berikanlah pahala untukku atas musibah yang menimpa diriku, dan berikanlah pengganti dengan yang lebih baik.” (HR. Muslim rahimahullah dari Ummu Salamah radhiallahu anhuma).
Sungguh! Siapa pun orangnya yang membaca doa di atas ketika tertimpa musibah atau kesusahan, niscaya Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik.
Setelah masa iddah Ummu Salamah selesai, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam lalu meminang dan menikahi beliau. Luar biasa! Adakah yang lebih baik dari Rasulullah?
Sejak detik ini, buanglah jauh-jauh kebiasaan mengeluh! Berusahalah untuk selalu berlapang dada dan jangan lupa berdoa kepada Allah agar memperoleh ganti yang lebih baik. Niscaya Allah akan mengabulkannya.
Sumber: Majalah Qudwah Edisi 7 Vol 1 1434 H/ 2013 M hal. 30-31.
Posting Komentar untuk "Mengapa Harus Mengeluh?"